Disimpang sana ada sebuah kedai. Kata orang kopinya enak. Aku tidak percaya kalau belum kucoba. Pada suatu sore kusempatkan diri untuk membuktikan kata mereka. Kupilih tempat duduk yang mereka sarankan dan memang banyak orang yang menuju kesana. Pesananku datang lebih cepat dari yang aku duga.
Sesegera mungkin aku menggapai dan mengaduknya. Bukan karena aku kehausan, lagian aku masih waras untuk memilih minuman ketika haus. Tapi karena aku penasaran dengan rasa. Rasa yang katanya buat orang akan datang lagi.
Sesegera mungkin aku menggapai dan mengaduknya. Bukan karena aku kehausan, lagian aku masih waras untuk memilih minuman ketika haus. Tapi karena aku penasaran dengan rasa. Rasa yang katanya buat orang akan datang lagi.
Kucicip cairan hitam itu, aah. Aku masih tidak percaya. Lalu ku ulangi berlahan, lebih lambat dari yang tadi. Kubiarkan lama merendam lidah. Baru ku telan setelah aku tidak percaya. Kuletakkan cangkir yang menampungnya ditempat semula. Aku beranggapan mungkin enaknya ketika dingin. Sambil menunggunya, kubuka lembar-lembar koran yang baru saja habis dibaca oleh orang disebelahku. Tidak ada informasi yang menarik bagiku. Aku memvonis, "pers hari itu membosankan. tidak kreatif" Kusentuh gelas tadi. Sudah agak dingin. Mungkin saat ini waktu yang tepat untuk mengetahui rasana. Kuteguk lagi. Tidak, aku masih tidak percaya.
Kutepuk-tepuk jari diatas lututku. Bimbang menunggu kapan rasa yang mereka ceritakan menghampiri lidahku. Kugigit sisa-sisa rasa tadi dibibirku. 15 menit sudah. Biasanya aku tidak akan lagi menikmati kopi yang berdiam selama itu. Tapi demi rasa yang belum kudapat, aku akan meminumnya walau beresiko sakit perut. Kutuang banyak kedalam mulut. Sebanyak air yang biasa kugunakan untuk kumur-kumur. Kubiarkan, gigi, gusi, lidahku tenggelam dengannya. Bahkan langit-langit mulutku merasakan. Sekali lagi, aku tidak percaya. Aku tidak tahan. Penat telah merayuku pergi. Kutinggal cangkir yang berisi setengah lebih air hitam itu. Aku tidak peduli. Mereka membohongiku. Bahkan aku tidak berniat datang lagi. Lebih jauh, aku menyesali kunjunganku kesana hari itu. Kutinggalkan ruangan ramai orang itu setelah menemui kasir untuk membayar harga kopi yang tiga kali lipat dari kopi enak biasa aku minum. Bukan menyoal tentang harganya. Aku cuma tidak puas dengan rasa yang aku dapat. Mereka juga bilang "kasirnya cantik. kamu akan berlama-lama dimejanya". Tidak. Aku justu bergegas, dan menginginkan secepat mungkin dia memberikan uang kembaliannya. Ya, dia memang cantik, putih dan ramah. Tapi tetap saja lebih cantik ibuku. Sesampai dikediamanku, kurogoh saku celanaku untuk mengambil uang kembalian tadi yang belum sempat kurapikan kedalam dompet. Ada yang asing. Selembar kertas yang tersobek, jelas itu bukan uang. Segera kubuka dan ternyata ada coretannya. "Maaf untuk ketidak nyamanannya. Hubungi saja jika ada yang ingin anda sampaikan." Dibawahnya terdapat nomor handphone. Itu adalah tulisan wanita yang duduk dimeja kasir tadi. Tapi apa benar dia seorang kasir? Tunggu dulu, aku coba mengingat.
Bersambung....
No comments:
Post a Comment