Dulu aku menyebutnya keinginan. Tapi akhir ini baru kusadari ternyata itu telah aku lewati. Sebuah batas dimana posisiku berada Dua kilometer darinya. Aku pernah menimbang ragu ketika hasrat itu membesar. Bahkan ketololan yang aku sebut jika terbayang akannya. Entah kapan hari itu datang. Sampai aku melewatinya sejauh ini.
Seingat ku ada tiga simpang yang akan kulewati sebelum aku sampai disini. Tapi aku lupa simpang mana yang telah membawaku. Dari ujung jalan aku amati, enggak ada bekas yang bisa aku bayang. Semuanya seperti menghilang setelah tiga simpang. Disisi jalan ada segerombolan kupu-kupu bernama "ketakutan", yang sedang melumat bunga "keraguan". keduanya pun tak cukup membawa hal-hal yang dapat memberi penjelasan padaku.
Saat ingin itu memuncak, dulu aku lebih sering menuduh kupu-kupu "ketakutan" sebagai tersangka. Aku sempat kaget ketika sadar ternyata dia hanya asyik dengan bunga yang sama.
Ah, rasanya aku memang tidak mungkin mampu mengingatnya. Tiga simpang itu sangat sulit aku ingat seperti yang kulihat. Aku ingin menendang sebagian isi kepalaku. Yang rusak, terlalu lama berfikir untuk itu. Jika masih disini bisa saja tuduhanku benar. Kupu-kupu bakal menikamku dan menyatukan bersama bunga-bunga. Aku harus berpaling. Melupakan yang tak bisa aku ingat. Menuangnya dalam botol masalalu. Kubiarkan meluap sampai tumpah. Kutinggalkan seperti tak terjadi apa-apa.
Ah, rasanya aku memang tidak mungkin mampu mengingatnya. Tiga simpang itu sangat sulit aku ingat seperti yang kulihat. Aku ingin menendang sebagian isi kepalaku. Yang rusak, terlalu lama berfikir untuk itu. Jika masih disini bisa saja tuduhanku benar. Kupu-kupu bakal menikamku dan menyatukan bersama bunga-bunga. Aku harus berpaling. Melupakan yang tak bisa aku ingat. Menuangnya dalam botol masalalu. Kubiarkan meluap sampai tumpah. Kutinggalkan seperti tak terjadi apa-apa.
Aku membenarkan posisiku. Kuikuti gerakan leher dengan pandangan lurus. Samar-samar kabut putus asa menyingkir, membiarkanku melihat dengan jelas. Sebuah gerbang besar menatapku. Aku terkagum dengan senyumannya yang menantang. Ku dayung gerakan kaki, yang tak jelas berjalan atau berlari. Senyumnya bertambah lebar, yang buatku tak dapat berhenti. Gerbang itu membentang tinggi dengan tiang kokoh dan ukiran yang indah. Jika aku berjalan terus maka keberadaanku akan tepat diantaranya. Kesabaranku habis. Ingin segera kulumat senyumnya yang masih mengembang. Tapi laju kakiku tidak mau kompromi. Bahkan untuk sekedar menyentuhnya aku tak sempat.
Aku geram. Kupukul ia sampai membiru. Tapi pukulanku hanya membuatnya bertambah kencang. Aku pasrah. Dalam kegelisan sesuatu muncul begitu saja dari otakku. Tentang gerbang tadi. Tidak salah, itu memang dia. Dia adalah gundukan terakhir dari yang aku sebut dulu keinginan. Aku lega. Akhirnya aku tau kenapa kakiku tak mau kompromi tadi. Dia tidak ingin melihatku, terpana, melongo pada gerbang yang konon indah. Dia membawaku harus lebih jauh lagi. Sampai ia lelah dan aku dapat melihat hal yang lebih indah lagi. Ia mengingatkanku bahwa gerbang itu hanyalah sesuatu yang kecil jika aku berhenti. Dan aku akan menganggapnya besar jika terus berjalan. Aku menoleh pelan. Lalu keperintahkan hati untuk memberi hormat pada sang gerbang. Gerbang yang biasa dipanggil dengan nama "mimpi"
Aku geram. Kupukul ia sampai membiru. Tapi pukulanku hanya membuatnya bertambah kencang. Aku pasrah. Dalam kegelisan sesuatu muncul begitu saja dari otakku. Tentang gerbang tadi. Tidak salah, itu memang dia. Dia adalah gundukan terakhir dari yang aku sebut dulu keinginan. Aku lega. Akhirnya aku tau kenapa kakiku tak mau kompromi tadi. Dia tidak ingin melihatku, terpana, melongo pada gerbang yang konon indah. Dia membawaku harus lebih jauh lagi. Sampai ia lelah dan aku dapat melihat hal yang lebih indah lagi. Ia mengingatkanku bahwa gerbang itu hanyalah sesuatu yang kecil jika aku berhenti. Dan aku akan menganggapnya besar jika terus berjalan. Aku menoleh pelan. Lalu keperintahkan hati untuk memberi hormat pada sang gerbang. Gerbang yang biasa dipanggil dengan nama "mimpi"
No comments:
Post a Comment