Selamat Datang Di Blog Peraut Pena

Tuesday, 26 November 2013

Batu Yang Sederhana

Mungkin diantara para pembaca ada yang bertanya, mengapa judulnya berkenaan dengan batu? Ada hipotesis bahwa saya tidak kreatif dalam memilih tema atau judul. Dan saya sendiri mengakui itu. Jadi disini saya akan menceritakan kronologis mengapa sampai judul ini yang saya pilih. Semoga bias kita petik pelajaran berharga darinya.

Suatu ketika saya berjalan menyelusuri sebuah lorong kecil dipusat kota Banda Aceh. Sebuah lorong yang saya rasa tidak pernah sepi dengan suara tapak. Saya melihat dua orang anak kecil sedang bertengkar seperti memperebutkan sesuatu. Lalu saya menghampiri mereka. Sambil merelai lantas saya bertanya, apa yang sedang mereka ributkan. Ternyata mereka sedang meperebutkan sebuah benda. Dan yang membuat saya heran, benda tersebut hanyalah sebuah batu. Karena penasaran, lalu saya bertanya mengapa batu tersebut diperebutkan. Ternyata Inti dari alasan kedua anak tersebut adalah karena batu yang mereka perebutkan itu indah, menarik dan berharga. Setelah memberi sedikit pencerahan kepada mereka, kemudian saya kembali berjalan meninggalkan mereka. Dalam perjalanan saya terfikir benar saja jika hal-hal yang dianggap berharga itu diperebutkan. Contoh saja, pada masa sekarang sangat banyak hal yang sering diperebutkan seperti harta, tahta, wanita dan sebagainya. Bahkan untuk mendapatkan hal-hal yang mereka ingin, manusia rela mengorbankan saudaranya, ibu bapaknya, agamanya bahkan tuhannya.

Pada siang harinya, dalam perjalanan pulang, tepatnya sesampai saya didepan pintu pagar, usai melewati pintu itu sesuatu menjegal kaki saya. Ternyata yang hampir menbuat saya terjatuh, adalah benda yang namanya sama dengan kedua anak tadi perebutkan. Yaitu sebuah batu, saya tidak pernah menyangka batu yang melekat ditanah itu ada disana. Karena hampir enam kali dalam sehari saya lewat sana. Dan baru hari itu saya melihat dan dijegal olehnya. Namun saya tidak terlalu memikirkan dan berlalu darinya.

Sekitar pukul 17:00 wib, masih dihari yang sama, tepatnya ba’da ashar seorang teman mengajak saya untuk join kopi bersama. Kami berputar-putar mencari warung kopi yang cocok dan nyaman. Akhirnya kami menemukan sebuah warung yang ukurannya tidak terlalu besar, namun tata ruangnya rapi. Akhirnya kami sepakat untuk singgah disana. Ketika kami masuk mata saya langsung tertuju pada sebuah meja, yang dihuni oleh empat orang. Keempatnya sedang asyik menggeluti sebuah permainan, yang dalam istilah popular disebut domino, bahasa acehnya sering disebut peh bate (main batu).

Akhirnya kami memilih meja yang pas dan sayapun tidak lagi menghiraukan mereka. Banyak hal yang kami bahas sore itu. Sampai teman saya menanyakan tentang sejarah yang berbuhungan dengan ujian komprehenshif. Entah sengaja atau tidak, entah lupa atau benar-benar lupa. Dia bertanya tentang ayat yang menceritakan tentara bergajah yang diluluhlantakkan oleh burung ababil yang meremparkan batu-batu dari neraka. Saya pun menjawab dan menjelaskan tentang itu yang saya tahu. Kisah tersebut telah diabadikan dalam al-quran dalah surat al-fill ayat 1 sampai 5


Artinya:

(1) Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? (2) Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? (3) dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, (4) yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, (5) lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

Namun saya tidak mencoba mengaitkan dengan kejadian-kejadian yang menimpa saya hari itu. Sampai akhirnya kami perpisah dan kembali pulang kerumah masing-masing.

Pada malam harinya ketika hendak beristirahat, saya menyalakan musik-musik sendu sebagai penggiring tidur. Kebetulan malam itu saya merasa sulit tidur. Jadi biasanya jika saya sulit tidur, saya sering mendengarkan musik-musik sendu sebagai pengiring. Satu, dua musik berlalu sampai musik keenam saya belum juga bisa terlelap. Ketika musik ketujuh mengalun tiba-tiba saya tersentak, kaget dengan sebuah kata dalam lagu tersebut. Lagu yang berjudul saat terakhir yang dipopulerkan oleh st12 ini punya kata yang mebuat saya harus menceritakan hal yang terjadi hari itu pada saat ini. Kira-kira bunyi kata tersebut seperti ini “dibawah batu nisan kini engkau sandarkan, kasih saying kamu begitu dalam” 

Kalimat dalam lirik itu begitu menggoncang saya. Batu nisan adalah symbol terakhir yang kita tinggalkan saat kematian menjemput, sebagai tanda dimana kita diistirahatkan. Pernahkan kita berfikir mengapa batu dicibtakan? Batu bukan sekedar dicibtakan namun sampai 25 kali Allah menyebutnya di dalam al-qur’an. Apa tujuan dan maksudnya? Tanpa kita sadari kehidupan kita didunia tidak terlepas dari kebutuhan pada satu benda ini. Batu menguatkan jalan-jalan, mengukohkan gunung dan bangunan tempat tinggal kita. Batu mengstabilkan lautan dan sungai-sungai. Batu menjadi perhiasan kita juga. Batu menjadi tanda arah kiblat kita. Batu menemani kita ketika mati. Bahkan batu menjadi bahan bakarnya api neraka.

Betapa berharnya satu benda ini. Bisa kita bayangkan kehidupan kita tanpa batu? Gunung-gunung, lautan, jalanan, bangunan dan tempat pengistirahatan terakhir kita, mungkin tidak akan senyaman kita tinggal sekarang. Sangat amburadur, berantakan bahkan bencana akan terjadi setiap saat mungkinnya.
Lalu kita pernah mendengar jika dimasa lampau ada istilah zaman batu. Mungkin kita tidak akan sampai pada kemodernnan saat ini jika kita tanpa masa itu. Batu mengabadikan sejarah, batu mengajarkan kita tentang masalalu. Batu mengingatkan kita tentang kebesaran Allah.

No comments:

Post a Comment